Aku keluar dari rumah itu, dengan mengantongi berjuta luka di sekujur raga, luka bias pias tak kasad mata.
Berjalan bersinggungan dengan angin malam yang dingin dan aroma khas tanah habis hujan yang menyegarkan, tapi kini menyesakkan.
Tertatih dalam melodi waktu, beriringan dengan pilu membasahi kalbu.
Shelter 34 tampak angkuh dengan fluorescent yang membisikkan ketegaran.
Hanya tinggal 3orang saja yang bernasib sama menunggu bus selanjutnya. Kubeli tiket dan kukatakan tujuanku "Shelter 13".
Sepasang lansia yang tampak segar mesra menikmati betap indahnya malam ini. Aku membayangkan setelah sampai rumah mereka akan bercinta untuk terakhir kalinya dan merelakan hidup mereka pada hari ini.
Dan seorang wanita yang tampak gusar akan sesuatu.
Petugas tiket, seorang wanita juga tampak sibuk menulis, mungkin membuat laporan hari ini.
Kutanyakan padanya pukul berapa ini, "sepuluh mas". "mungkin 5menit lagi busnya datang" tambahnya.
Tak lama dari kejauhan nampak bus rapid yang terseok seok dalam gelap yang dingin.
Benar juga bus ini sudah sepi sekali, pada 4shelter yang terlewat hanya tinggal kami berempat penumpangnya.
Lelah yang memampatkan pikiranku, kucoba rangkai kembali kejadian hari ini, memisahkan logika praktis yang kubanggakan, segalanya seperti gempa yang hanya beberapa detik saja sudah cukup melemaskan otot ototku.
"Hari ini malam ini, kita selesai!!"
mungkin memang sekarang.
Hidup ini hanya sebuah garis, meski tidak lurus, akan terjadi persilangan, perpotongan, atau persentuhan dengan garis hidup manusia lain.
Sejenak aku merasa nyaman dengan bangku yang aku duduki, dibagian belakang dengan bebas membuatku memandang kesegala sudut bus, dan kenyamanan ini yang membuatku untuk tak merasakan bangku yang lain, dimana mungkin ada bangku yang lebih nyaman dan strategis dalam bus ini.
Bukankah kenyamanan menciptakan kebahagiaan?
Aku nyaman dan bahagia meski dalam katup sisi lain aku bisa meraung pilu.
Kenyamanan yang membatasi, seperti penyudahan situasi. Mungkin atau... Ahh sudahlah. Selesai untuk malam ini.
Pandanganku kembali fokus pada kehidupan nyata, setelah sejenak kuajak mengawang dalam sarkastik ku sendiri.
Shelter 17 wanita itu turun di shelter ini, kuperhatikan mukanya yang tampak gusar sedari tadi, meski tak selalu kuperhatikan, dari ekspresi dan gestur nya, wanita menyimpan kesedihan yang berusaha ditutupi dengan make up keceriaan yang palsu, membuatnya seperti badut yang menangis kejang dalam pesta.
Pintu tertutup kembali, dan bus ini meneruskan jalannya, kuperhatikan bangku bekas wanita tadi. Dompet! Ya dompet wanita itu tertinggal, kurasakan bus telah melaju kencang dan kudekati bangku itu, kuambil dompetnya, Aramia Sastrawijaya, itu nama yang tertera di KTPnya. Jumlah uangnya tak sedikit dan banyak surat penting. Maka kuputuskan mengembalikan kepadanya esok hari.
Shelter 13 telah nampak, dengan lesu ku berjalan menuju pintu.
Hari ini selesai, malam ini habis, pukul 11 malam setelah ku cek penunjuk waktu di HPku, Tuhan berikan esok yang baru untukku dan semua orang.
Malam ini hari ini habis. Selesai! Aku mengutuk hari ini!
dibuat tanggal 23 Agustus 2010
untuk saya dan wanita yang sampai detik ini sangat sangat saya sukai. Rifka Indhirani
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar